Kisah Sya’ban RA: Penyesalan Sahabat Nabi di Ujung Hayat
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Yunan Helmy
29 - Sep - 2025, 09:28
JATIMTIMES - Sya’ban RA dikenal sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW yang rajin datang ke masjid bahkan sebelum azan berkumandang.
Namun, pada suatu Subuh, kebiasaan itu tiba-tiba terputus. Rasulullah SAW dan para sahabat merasa heran karena tidak melihat Sya’ban hadir untuk salat berjamaah.
Baca Juga : Inovasi Unikama Bangun Desa Mandiri: Dari Kerupuk Telur Asin hingga Modernisasi Peternakan
Dalam kitab Kun ‘Ibadurrahman karya Muhammad Farid Wajdi diceritakan, Rasulullah SAW sampai menunda salat Subuh demi menunggu Sya’ban. Tetapi hingga waktu hampir habis, ia tidak juga muncul. Salat akhirnya tetap dilaksanakan tanpa kehadirannya.
Usai salat, Rasulullah SAW menanyakan kabar sahabatnya itu. Namun, tidak seorang pun yang tahu. Beliau kemudian meminta para sahabat menunjukkan rumah Sya’ban karena khawatir terjadi sesuatu. Perjalanan panjang sekitar tiga jam ditempuh dengan berjalan kaki hingga akhirnya mereka tiba di rumah yang dituju.
Setibanya di sana, Rasulullah SAW mengucapkan salam. Seorang perempuan keluar dan menyambut beliau. Dialah istri Sya’ban. Dengan mata berkaca-kaca, ia menjawab pertanyaan Rasulullah SAW bahwa benar ini adalah rumah Sya’ban. Lalu dengan suara bergetar, ia menyampaikan kabar duka bahwa suaminya telah meninggal dunia pagi itu. Mendengar berita tersebut, para sahabat serentak mengucap istirja: innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
Di hadapan Rasulullah SAW, sang istri mengungkapkan kebingungannya. Menjelang ajalnya, Sya’ban sempat berteriak sebanyak tiga kali, masing-masing diikuti satu kalimat yang tidak dimengerti keluarganya. Kalimat itu berbunyi, “Aduh, mengapa tidak lebih jauh. Aduh, mengapa tidak yang baru. Aduh, mengapa tidak semua.”
Rasulullah SAW kemudian menjelaskan makna di balik ucapan itu dengan membacakan firman Allah dalam QS. Qaf ayat 22: “Sungguh, kamu dahulu benar-benar lalai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan penutup matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.”
Rasulullah SAW menuturkan bahwa saat sakaratul maut, Allah SWT memperlihatkan kembali seluruh perjalanan hidup Sya’ban beserta balasan amalnya. Dari situlah lahir penyesalan yang ia ucapkan.
Ketika melihat pahala dari langkah-langkahnya menuju masjid yang berjarak sekitar tiga jam, Sya’ban menyesal karena perjalanan itu tidak lebih jauh. “Aduh, mengapa tidak lebih jauh,” ucapnya, berharap jarak yang lebih panjang bisa menambah pahala lebih banyak.
Baca Juga : Surya Pati Unus dan Awal Mula Madiun: Dari Ngurawan ke Purabaya
Pada peristiwa lain, Sya’ban teringat masa ketika ia berangkat ke masjid saat musim dingin. Ia mengenakan baju baru di dalam dan baju lusuh di luar. Di jalan, ia menjumpai seorang lelaki kedinginan lalu melepas baju luarnya dan memberikannya. Saat diperlihatkan pahala dari amal itu, ia menyesal tak memberikan baju barunya sekaligus. Maka keluarlah ucapannya, “Aduh, mengapa tidak yang baru.”
Allah SWT juga memperlihatkan peristiwa ketika seorang pengemis meminta roti kepadanya. Sya’ban kala itu membagi roti menjadi dua bagian sama besar dan menuangkan susu ke dalam dua gelas agar bisa dimakan bersama. Namun setelah menyaksikan besarnya ganjaran dari separuh yang ia berikan, Sya’ban menyesal tidak memberikan seluruhnya. Ia pun berkata, “Aduh, mengapa tidak semua.”
Kisah ini menggambarkan bagaimana amal sederhana yang dilakukan dengan ikhlas mendapat balasan besar di sisi Allah SWT. Namun, pada saat yang sama, ia juga menunjukkan bahwa manusia kerap menyesal karena tidak memaksimalkan kesempatan berbuat baik. Sya’ban RA menyesali bahwa ia tidak menempuh jalan lebih jauh ke masjid, tidak memberikan pakaian terbaiknya, dan tidak menyerahkan seluruh makanan miliknya kepada yang membutuhkan.