Heboh Air Hujan Mengandung Mikroplastik, Dari Mana Asalnya?

Reporter

Binti Nikmatur

Editor

Dede Nana

29 - Oct - 2025, 11:55

Ilustrasi hujan deras. (Foto: Shutterstock)

JATIMTIMES - Baru-baru ini heboh di media sosial soal temuan mikroplastik dalam kandungan air hujan di wilayah Jakarta. Tak hanya ibu kota, Surabaya juga masuk daftar kota dengan udara yang tercemar mikroplastik. 

Gegara temuan itu, bahkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengimbau warga agar tidak beraktivitas di luar ruangan setelah turun hujan. Selain itu, Budi juga meminta warga menggunakan masker sebagai langkah pencegahan paparan partikel mikroplastik di udara. 

Baca Juga : Hujan di Jawa Timur Sampai Kapan? Begini Penjelasan BMKG

“Kalau bisa, yang paling aman ya pakai masker kalau harus beraktivitas di luar. Tapi kalau tidak, usahakan jangan keluar sesudah hujan karena partikelnya turun bersamaan dengan air,” ujar Budi, dikutip Antara, Rabu (29/10). 

Adapun temuan mikroplastik pada air hujan ini berasal dari hasil penelitian Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) bersama Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SEIJ). Studi tersebut dilakukan pada periode Mei hingga Juli 2025 di 18 kota dan kabupaten di Indonesia untuk menelusuri tingkat kontaminasi mikroplastik di udara.

Dari hasil penelitian, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bandung, Semarang, dan Kupang tercatat sebagai wilayah dengan tingkat kontaminasi mikroplastik tertinggi. Hasil ini sekaligus memperkuat temuan riset BRIN sebelumnya yang juga menemukan adanya mikroplastik di air hujan Jakarta.

Menurut Kepala Laboratorium Ecoton, Rafika Aprilianti, tingginya kadar mikroplastik di udara ibu kota berdampak langsung terhadap kualitas air hujan. 

“Tingginya mikroplastik di udara Jakarta berdampak pada tingginya kadar mikroplastik dalam air hujan, karena air hujan menyerap material di atmosfer udara, sehingga mikroplastik yang ada di udara tertangkap air hujan dan larut di dalamnya,” ujar Rafika Aprilianti, dikutip dari detikNews, Rabu (29/10). 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) turut memberikan penjelasan terkait fenomena ini. Menurut BMKG, mikroplastik yang ditemukan dalam air hujan di Jakarta tidak selalu berasal dari wilayah tersebut. Partikel-partikel itu bisa berpindah melalui udara dari daerah lain sebelum akhirnya turun bersama hujan.

“Kami ingin menjelaskan bagaimana mikroplastik dapat dikategorikan sebagai bagian dari aerosol dalam sistem atmosfer. Secara definisi, aerosol adalah partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara,” kata Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Dwi Atmoko. 

Dwi menjelaskan, sumber aerosol sangat beragam. Secara alami, partikel dapat berasal dari percikan ombak laut, debu vulkanik, hingga bahan organik. Namun, aktivitas manusia juga memberi kontribusi besar, seperti asap kendaraan, pembakaran sampah, serta limbah industri.

Baca Juga : Cegah Banjir, Proyek Pembangunan Embung Sidowayah Magetan Dikebut

Partikel-partikel ini bisa berpindah jauh mengikuti arah dan pola angin di atmosfer. Setidaknya ada dua cara utama partikel mikroplastik turun ke bumi, yaitu deposisi kering dan deposisi basah.

“Deposisi kering yaitu partikel jatuh ke permukaan bumi karena pengaruh gravitasi, terutama saat angin lemah atau udara tenang. Partikel ini bisa menempel di permukaan daun, bangunan, air, atau tanah,” jelas Dwi.

Sementara deposisi basah terjadi ketika partikel mikroplastik di atmosfer menjadi inti kondensasi dalam pembentukan awan. Saat awan menurunkan hujan, partikel tersebut ikut terbawa dan jatuh ke permukaan bumi.

“Dengan demikian, air hujan dapat membawa partikel aerosol, termasuk mikroplastik, turun ke permukaan,” lanjutnya.

Fenomena mikroplastik di udara ini juga disebut transportasi polutan, yaitu pergerakan partikel pencemar dari satu wilayah ke wilayah lain melalui angin. Karena itu, mikroplastik yang ditemukan di suatu daerah belum tentu berasal dari sana.

“Artinya, mikroplastik yang ditemukan di Jakarta bisa saja berasal dari wilayah lain, atau sebaliknya, partikel dari Jakarta terbawa angin ke daerah lain,” pungkas Dwi.