BPBD Soroti Lonjakan Bencana Tiga Tahun Terakhir, Banjir Jadi Alarm Kerentanan Kota Malang
Reporter
Riski Wijaya
Editor
Nurlayla Ratri
06 - Dec - 2025, 06:48
JATIMTIMES - Kota Malang memasuki periode yang semakin rentan terhadap bencana hidrometeorologis. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang mencatat pola peningkatan kejadian bencana dalam tiga tahun terakhir, dengan banjir sebagai ancaman yang paling sering muncul.
Situasi ini disebut sebagai kombinasi perubahan iklim ekstrem dan infrastruktur kota yang belum sepenuhnya siap. Kepala BPBD Kota Malang, Prayitno, mengungkapkan bahwa fluktuasi bencana dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Baca Juga : Pohon Beringin Tumbang Sebabkan Seorang Warga Lawang Meninggal
Pada 2022, terdapat 479 kejadian bencana. Angka itu sempat turun menjadi 258 kejadian di 2023, namun melonjak lagi pada 2024 hingga menyentuh 450 titik bencana.
“Banjir yang paling mendominasi. Intensitas hujan tinggi dan faktor infrastruktur seperti drainase memang harus mendapat perhatian,” kata Prayitno, Sabtu (6/12/2025).
Memasuki 2025, tren itu belum menunjukkan tanda mereda. Hingga awal November, BPBD telah mengantongi 490 laporan bencana, belum termasuk 39 titik banjir yang terjadi pada Kamis (4/12/2025). Data final baru akan dirilis setelah rekap kejadian sepanjang Desember.
Prayitno menilai peningkatan bencana tak lepas dari dampak perubahan iklim yang semakin terasa. Curah hujan intens sepanjang tahun mengganggu stabilitas tanah dan menguji kemampuan sistem drainase kota, sehingga banjir kerap terjadi di berbagai titik rawan.
Selain banjir, BPBD juga mencatat tanah longsor, angin kencang, dan bencana hidrometeorologis lain yang frekuensinya ikut naik. Untuk penanganan, BPBD bergantung pada laporan cepat dari kelurahan tangguh bencana sebelum melakukan asesmen lapangan.
Dari asesmen itu, petugas menentukan tingkat kerusakan dan jenis bantuan yang harus disalurkan ke warga terdampak. Jika ditemukan korban luka atau gangguan kesehatan, BPBD langsung berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Malang.
Sementara kerusakan fisik seperti rumah atau jembatan ditangani melalui Tim Reaksi Cepat (TRC) gabungan dari PUPR-PKP dan lintas OPD.
Baca Juga : Erupsi Semeru, Yayasan AHM dan MPM Honda Jatim Salurkan Bantuan untuk Korban Pengungsian
“Data asesmen dari TRC ini menjadi dasar keputusan pimpinan dalam menentukan langkah penanganan,” jelas Prayitno.
Ia juga menekankan pentingnya peran relawan dan kelurahan tangguh bencana sebagai ujung tombak laporan dan respons awal di lapangan.
Di sisi lain, sistem peringatan dini (EWS) yang menjadi garda terdepan mitigasi bencana kini membutuhkan perhatian khusus. BPBD memiliki 24 unit EWS yang tersebar di titik rawan, namun sebagian perangkat mulai menua.
“Sebagian besar dibuat tahun 2020. Belum ada rencana penambahan, sehingga alokasi anggaran yang ada difokuskan untuk peremajaan seperti baterai, kabel, dan panel surya,” ujarnya.
Dengan intensitas bencana yang terus naik, BPBD menilai penguatan mitigasi struktural dan kesiapsiagaan masyarakat menjadi langkah yang tidak bisa ditunda agar Kota Malang tidak terus terjebak dalam siklus bencana tahunan.
