Hikmah Bafaqih DPRD Jatim: Pernikahan Dini Bukan Solusi Tutup Aib Keluarga
Reporter
Muhammad Choirul Anwar
Editor
Dede Nana
11 - Dec - 2025, 06:29
JATIMTIMES - Angka kehamilan remaja di Jawa Timur (Jatim) yang mencatatkan 5 dari 100 perempuan hamil pertama di bawah usia 16 tahun memicu keprihatinan. Anggota DPRD Jatim Hikmah Bafaqih menilai fenomena ini sebagai sinyal darurat rapuhnya ketahanan keluarga.
Ia pun mendesak masyarakat untuk tidak menjadikan pernikahan dini sebagai solusi instan menutup aib. Hikmah menyoroti kebiasaan kultural masyarakat yang kerap menjadikan pernikahan sebagai jalan pintas ketika mendapati anak perempuan hamil di luar nikah.
Ia meminta para orang tua dan tokoh masyarakat untuk meninjau ulang praktik menikahkan anak semata-mata demi menutupi rasa malu keluarga. Menurut Hikmah, memaksakan pernikahan pada anak yang belum siap secara mental, spiritual, dan ekonomi justru berpotensi menciptakan masalah baru, mulai dari kemiskinan struktural hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Ia menegaskan bahwa pernikahan dalam agama memiliki kedudukan yang sangat sakral, bukan sekadar alat sosial. Dikatakannya, dalam Al-Qur'an tidak diajarkan menikah untuk menutup malu keluarga.
"Allah mengajarkan bahwa pernikahan itu ada aspek mitsaqan gholizon, ikatan yang kuat. Ikatan kuat mana yang bisa digambarkan dari situasi keterpaksaan menikah karena untuk menutup rasa malu?" urainya.
Politisi PKB ini mengingatkan bahwa pernikahan harus didasari kesiapan agar tercipta hubungan yang bil ma'ruf alias dengan cara yang baik. Jika secara kalkulasi manusia pernikahan tersebut diprediksi hanya akan menyengsarakan anak perempuan dan calon bayinya, Hikmah menyarankan agar pernikahan tidak dipaksakan.
"Kecuali dukungan dari keluarga kedua belah pihak bisa muncul dan nyata adanya, silakan. Tapi kalau pernikahan itu malah menimbulkan pembebanan baru terutama kepada anak perempuan, menurut saya tidak cukup berkeadilan untuk diteruskan," paparnya.
Lebih lanjut, menurutnya mayoritas kasus kehamilan di usia belia ini terjadi akibat married by accident (MBA) atau kehamilan yang tidak diinginkan, yang akarnya bermuara pada masalah pengasuhan di rumah.
"Pengalaman saya dalam mengadvokasi perempuan dan anak korban kekerasan, kalau dicari akar masalahnya yang terbanyak memang karena keluarga mengalami masalah,” ujar Hikmah.
“Keluarga yang ayah ibunya mengalami problem relasi, ketahanan ekonomi, hingga kekeringan spiritual, ini mendatangkan masalah serius bagi anak-anak," lanjutnya.
Baca Juga : DPRD Kota Malang Tak Ingin Penanganan Banjir Hanya Sekadar Siklus Tahunan
Legislator yang dikenal vokal pada isu perempuan ini menjelaskan, ketika fungsi keluarga sebagai benteng pengasuhan utama runtuh, negara dan lingkungan sekitar tidak boleh lepas tangan.
Ia mendorong dihidupkannya kembali konsep pengasuhan bersama berbasis masyarakat (community-based parenting) sebagai jaring pengaman bagi anak-anak yang tumbuh di lingkungan rentan.
"Bagaimana ini dihidupkan kembali agar ada perlindungan yang diberikan secara bersama-sama oleh masyarakat di sekitar anak tinggal. Ini menjadi komplementer dari pengasuhan keluarga yang bermasalah tadi," tambahnya.
Kendati demikian, Hikmah menyadari bahwa dalam beberapa kasus, pernikahan dini sudah terlanjur terjadi. Untuk situasi ini, ia menekankan wajibnya kehadiran sistem pendukung (support system) yang ketat dari orang dewasa di sekitar pasangan muda tersebut, baik dari keluarga maupun fasilitasi pemerintah.
Langkah konkret yang harus diambil, menurut Hikmah, adalah memastikan penundaan kehamilan berikutnya demi kesehatan reproduksi ibu muda dan mencegah kelahiran bayi stunting. Selain itu, hak pendidikan bagi anak laki-laki dan perempuan yang terlibat harus tetap dipenuhi.
"Mau tidak mau harus ada dukungan. Mereka yang sudah menikah di usia sangat muda ini harus dipastikan keluarganya baik-baik saja. Bila belum diputuskan untuk mengawinkan, tolong dipikirkan benar. Bila tidak akan menjadi pertalian yang bil ma'ruf, saya pikir sebaiknya tidak dilaksanakan," pungkasnya.
