JATIMTIMES - Di kaki Gunung Arjuno yang sejuk, aroma kopi lokal berpadu dengan semangat kreativitas dan kepedulian lingkungan. Selama dua hari, 17-18 Oktober 2025, kawasan Prigen, Kabupaten Pasuruan, menjadi tuan rumah Prigen Coffee Fest 2025, sebuah festival memadukan kopi dengan kolaborasi antar komunitas, edukasi, dan gagasan keberlanjutan.
Festival ini menjadi ruang bagi masyarakat, pelaku kopi, hingga seniman lokal untuk menampilkan potensi daerah lewat rasa, karya, dan ide.

Suasana Prigen Coffee Fest 2025. (Foto: ist)
Baca Juga : Merawat Tradisi, Lajengan Lomok Kembali Warnai Langit Kendit Situbondo
Salah satu program yang paling dinanti adalah Slow Bar “Black & White” Experience. Di sini, pengunjung bisa melihat langsung proses penyeduhan kopi manual oleh barista profesional. Ada dua sesi, yakni “Black” bersama Ferryansa dari House of Coffee Morning, dan “White” bersama Ramadhan Adi dari TBRK Roastery Coffee Class.
Di setiap cangkir yang diseduh perlahan, pengunjung bisa belajar mengenal asal biji kopi, profil rasa, hingga teknik penyeduhan yang digunakan. Semua kopi yang disajikan berasal dari petani lokal Prigen dan sekitarnya, bentuk dukungan terhadap hasil bumi sendiri.

Foto bersama para peserta Prigen Coffee Fest 2025. (Foto: ist)
Tak kalah menarik, Latte Art Competition juga jadi magnet tersendiri. Kompetisi ini mempertemukan para barista berbakat untuk menunjukkan kemampuan mereka menciptakan seni di atas secangkir kopi.
Jajaran juri yang terlibat pun bukan sembarangan, Ramdhan Adi (TBRK Roastery Coffee Class), Laga Putra (Founder “Tarung Basic” dan Head Bar Kartika), serta Windi Prapanca (Barista Trainer). Para juri menilai bukan hanya teknik, tapi juga keindahan dan karakter dari setiap karya latte yang dihasilkan.

Salah satu program di Prigen Coffee Fest 2025. (Foto: ist)
Masih di dunia penyeduhan, ada pula Fun Brewing Competition, ajang yang lebih santai tapi tetap menantang. Peserta, baik pemula maupun profesional, diajak berkreasi sebebas mungkin. Kompetisi ini dinilai oleh Ferryansa (House of Coffee Morning), Dimasdor (3rd IAC 2018 – Sura Coffee Roastery), Ade Agung (Kongah Coffee), serta dua penggemar kopi, Titik Rahma dan Agung Baskoro.
Tak cuma soal minum kopi, Prigen Coffee Fest juga memperlihatkan bagaimana kopi bisa menjadi bagian dari seni dan solusi ramah lingkungan.
Lewat Kopi & Kreasi, peserta diajak membuat lukisan menggunakan larutan kopi sebagai media utama. Alih-alih cat air atau tinta, kopi digunakan sebagai pewarna alami yang menciptakan nuansa warna hangat dan unik di setiap sapuan kuas.
Masih bertema serupa, ada pula Workshop Batik dengan Pewarnaan dari Ampas Kopi. Di sini, peserta belajar membuat batik menggunakan limbah kopi sebagai bahan pewarna alami yang tidak beracun. Program ini mempertemukan tradisi dan inovasi, menunjukkan bahwa sisa seduhan kopi pun punya nilai seni dan ekonomi.
Baca Juga : Oktober Break, Jeda Sejenak dari Riuh: Ketika Seniman di Galeri Raos Sampaikan Kritik Sosial Isu Kontemporer
"Prigen Coffee Fest 2025 bukan hanya tentang kopi, tetapi juga tentang komunitas, kreativitas, dan keberlanjutan. Acara ini mendukung penggunaan limbah kopi sebagai bahan pewarna alami, serta mendorong kolaborasi antara seniman lokal dan pelaku industri kopi.” ungkap Marcom & Event Hutan Cempaka.
Selain seni dan kopi, festival ini juga menyentuh isu pertanian berkelanjutan lewat Workshop Modul dan Pedoman Regenerative Agriculture.
Kegiatan ini ditujukan untuk kelompok tani hutan dan perangkat desa agar bisa memahami prinsip-prinsip pertanian regeneratif. Tak hanya menerima materi, peserta juga diajak berdiskusi bersama akademisi dan praktisi, berbagi pengalaman, serta merancang langkah di tingkat lokal.
Harapannya, kegiatan ini bisa memperkuat kolaborasi antara petani, pemerintah desa, dan akademisi, sekaligus membuka peluang praktik pertanian yang lebih ramah alam.
Sore hari di Prigen Coffee Fest makin hangat dengan penampilan musik dari berbagai band lokal, seperti Noecoustik, The Shadow, Sruwokempol, dan Klantink.
Alunan musik para bintang tamu berpadu dengan aroma kopi yang memenuhi udara, menciptakan suasana yang santai dan akrab. Pengunjung bisa menyeruput kopi lokal sambil menikmati pemandangan pegunungan, momen yang sulit ditemukan di kota besar.
Direktur Cempaka Foundation, Sarifudin Lathif, mengatakan bahwa tahun ini pihaknya ingin menghadirkan festival yang lebih dari sekadar pesta kopi.
“Tahun ini, kami bangga menghadirkan festival yang tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menginspirasi pikiran dan menyentuh hati. Mulai dari kompetisi latte art, brewing, workshop batik menggunakan pewarnaan ampas kopi, slow bar experience hingga workshop modul dan pedoman regenerative agriculture untuk kelompok tani hutan dan pemangku kepentingan desa, semuanya dirancang untuk mempertemukan tradisi dan masa depan,” ujarnya.
Ia berharap acara ini menjadi jembatan kolaborasi dan edukasi lintas komunitas. “Semoga Prigen Coffee Fest menjadi ruang kolaborasi, edukasi, dan apresiasi. Mari kita rayakan kopi sebagai jembatan antara manusia, alam, dan kreativitas. Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan ini,” tambah Sarifudin.