JATIMTIMES - Di tengah gemerlapnya masa keemasan Islam, sejarah mencatat sesuatu yang kerap luput dari sorotan: lahirnya para ilmuwan dan ulama tunanetra yang justru menorehkan jejak ilmu pengetahuan paling terang pada zamannya. Mereka kehilangan penglihatan, tetapi tidak pernah kehilangan arah. Ketabahan dan kecemerlangan akal menjadi lentera yang memandu mereka menyumbang karya besar bagi peradaban.
Salah satu yang paling sering disebut adalah Abdullah bin Ummu Maktum, sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. Meski tak diberi kemampuan melihat sejak lahir, keberaniannya tidak pernah redup. Ia tetap berdiri tegap ketika tekanan Quraisy menghantam umat Islam di Makkah. Abdullah menjadi bagian dari kelompok pertama yang memeluk Islam, menyaksikan sendiri bagaimana agama baru itu bertumbuh di dua kota suci.
Baca Juga : Mantan Gubernur Jatim Imam Utomo Turun Tangan Atasi Kisruh di RS Pura Raharja, Siapkan Langkah Hukum
Keponakan Siti Khadijah tersebut dibesarkan oleh Atikah binti Abdullah, yang kemudian dikenal sebagai Ummu Maktum karena melahirkan seorang anak dengan kebutaan. Justru kondisi itu membuat Abdullah tumbuh dengan daya hafal yang mengagumkan, sampai akhirnya dipercaya menjaga dan menghapal ayat-ayat Alquran.
Selain Abdullah, nama besar ‘Abdur-Razzaq bin Humam juga berdiri tegak dalam khazanah ilmu hadis. Ulama asal Yaman itu awalnya dapat melihat dengan normal, namun penglihatannya memudar seiring usia. Meski begitu, ketajaman ingatannya tak ikut redup. Dari lisannya, para tokoh besar seperti Imam Ahmad dan Ishaq meriwayatkan hadis. Ia wafat pada usia 85 tahun, tahun 211 Hijriah, meninggalkan warisan ilmiah yang terus dirujuk hingga kini.
Tokoh lain yang tak kalah masyhur adalah Abu ’Isa Muhammad bin ’Isa At-Tirmidzi, sosok yang dunia Islam kenal sebagai penyusun Sunan At-Tirmidzi. Lahir di Tirmiz pada 209 Hijriah, ia termasuk murid kepercayaan Imam Bukhari. Bakat dan ketekunannya membuat ia mampu menghimpun sekitar 4.000 hadis ke dalam kitab Al-Jami’, sekaligus menulis metode kajian hadis dalam karya berjudul Al-’Ilal. At-Tirmidzi juga mengalami kebutaan pada masa tuanya, namun hal itu tak pernah menghalangi kecerdasannya merumuskan karya monumental. Ia wafat pada 13 Rajab 279 Hijriah, namanya terus bergema di majelis-majelis ilmu hingga sekarang.
Riwayat para ulama tunanetra ini mengingatkan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang bagi kejernihan nalar. Justru dari ketidakmampuan melihat, mereka menyalakan cahaya yang mampu menerangi perjalanan ilmu selama berabad-abad, sebuah ironi indah yang menjadikan sejarah Islam semakin kaya warna. "Barangsiapa yang kedua matanya diambil oleh Allah lalu ia bersabar, maka tidak ada balasan lain baginya kecuali surga." (HR. Al-Bukhari).
Baca Juga : Viral Rincian Bantuan Kementan Rp73 M, Harga Beras Disebut Tembus Rp60 Ribu/Kg
Allah SWT pun tak melihat seseorang dari keterbatasan fisiknya melainkan dari keimanan yang ia miliki. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan amal kalian." (HR. Muslim).
