JATIMTIMES - Nama Burhanuddin Abdullah kembali mencuat ke publik setelah menerima penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Presiden Prabowo Subianto pada Senin (25/8/2025).
Penghargaan tersebut merupakan kelas kedua dari Bintang Mahaputera, yang umumnya diberikan kepada tokoh berkontribusi besar dalam menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga : MTsN 2 Kota Malang Sukses Gelar ANBK 2025, Siapkan Generasi Kompetitif
Dalam upacara penganugerahan, pembawa acara menyebut Burhanuddin dinilai berjasa menjaga stabilitas moneter serta memperkuat sistem perbankan internasional. Ia juga dipandang sebagai ekonom yang ikut merumuskan kebijakan strategis di tengah dinamika ekonomi, baik global maupun domestik.
Namun, penghargaan ini menimbulkan perdebatan. Pasalnya, Burhanuddin Abdullah memiliki catatan kelam di masa lalu terkait perkara korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 100 miliar.
Kasus Korupsi Rp 100 Miliar di Bank Indonesia
Burhanuddin Abdullah pernah dijatuhi vonis lima tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada tahun 2008. Ia terbukti bersama sejumlah deputi gubernur Bank Indonesia (BI) menyalahgunakan dana Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) senilai Rp100 miliar.
Menurut majelis hakim, dana tersebut digunakan untuk membiayai bantuan hukum mantan pejabat BI, penyelesaian perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), hingga proses amendemen Undang-Undang BI.
Dalam persidangan, Burhanuddin sempat mengaku ragu, namun tetap menyetujui penggunaan dana tersebut setelah mendengar pendapat anggota dewan gubernur lainnya.
Selain hukuman penjara, ia juga dikenai denda sebesar Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.
Karier Panjang di Bank Indonesia dan Dunia Ekonomi
Meski rekam jejaknya diwarnai kasus hukum, Burhanuddin Abdullah dikenal sebagai salah satu ekonom senior Indonesia.
Ia lahir di Garut, Jawa Barat, 10 Juli 1947, dan merupakan lulusan Universitas Padjadjaran serta Michigan State University.
Kariernya di Bank Indonesia cukup panjang, dimulai dari staf di Bagian Kredit Produksi, Urusan Kredit Umum. Burhanuddin kemudian menduduki berbagai posisi penting, baik di dalam negeri maupun internasional:
• Kepala Bagian Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan Internasional (1994–1995)
• Wakil Kepala Urusan Luar Negeri BI
• Direktur Direktorat Luar Negeri BI
• Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid
• Gubernur Bank Indonesia (Mei 2003 – Mei 2008)
Baca Juga : Kasus Penelantaran Anak di Kota Malang Cenderung Meningkat, Dinsos Tangani 30 Perkara
• Gubernur untuk Indonesia di International Monetary Fund (IMF), Washington DC
• Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dua periode, 2003–2008
Kiprah Politik Burhanuddin Abdullah
Selain di bidang ekonomi, Burhanuddin Abdullah juga aktif di dunia politik. Ia pernah menjadi Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra saat mendukung pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa pada Pilpres 2014.
Perannya berlanjut di Pemilu 2024, ketika ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo–Gibran Rakabuming Raka. Ia juga tercatat sebagai Tim Inisiator Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Pada 24 Juli 2024, Burhanuddin kembali mendapat posisi strategis setelah ditunjuk sebagai Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen PT PLN (Persero), menggantikan Agus Martowardojo.
Polemik Penghargaan Bintang Mahaputra
Pemberian Bintang Mahaputra Adipradana kepada Burhanuddin Abdullah menuai sorotan karena rekam jejaknya sebagai mantan terpidana kasus korupsi.
Di satu sisi, pemerintah menilai ia berkontribusi dalam menjaga stabilitas moneter dan memperkuat sistem keuangan Indonesia. Namun di sisi lain, publik mengingat kembali vonis pengadilan pada 2008 yang menjerat dirinya dengan kasus korupsi besar.
Dengan demikian, penghargaan ini menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi negara dalam memberi apresiasi kepada tokoh yang memiliki rekam jejak hukum.
Burhanuddin Abdullah adalah figur dengan dua sisi: seorang ekonom yang lama berkarier di Bank Indonesia dan aktif dalam politik, namun juga mantan narapidana korupsi Rp100 miliar. Penganugerahan Bintang Mahaputra dari Presiden Prabowo Subianto pada Agustus 2025 menempatkannya kembali di pusat sorotan publik, dengan pujian sekaligus kontroversi.