Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Agama

Ketika Ayat Menembus Lebih Tajam dari Panah: Kisah Fudhail bin Iyadh yang Berbalik Arah

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Nurlayla Ratri

16 - Nov - 2025, 09:16

Placeholder
Ilustrasi kisah Fudhail bin Iyadh yang berbalik arah (ist)

JATIMTIMES - Kisah Fudhail bin Iyadh bisa menjadi pelajaran bahwa keimanan bisa mengubah seseorang. Dulu, mendengar namanya saja bisa membuat orang merasa khawatir. Di jalur tandus antara Abu Warda dan Sirjis, desas-desus tentang keberingasannya sudah cukup membuat para musafir mengurungkan niat lewat. Tak perlu melihat wajahnya, sekadar mendengar namanya saja sudah cukup membuat bulu kuduk merinding. Begitulah sosok yang kelak justru dikenang sebagai ahli ibadah.

Pada suatu malam, tiga pedagang tengah menimbang-nimbang nasib mereka ketika hendak melintasi lembah gelap menuju Sirjis. Mereka paham risiko jalur itu, terlebih dengan kabar bahwa kelompok Fudhail sedang aktif beroperasi. Perbincangan kecil pun lahir dari kecemasan. Salah satu dari mereka bertanya, setengah berbisik, apa yang harus dilakukan bila para perampok itu benar-benar menghadang.

Baca Juga : Benarkah Skip Sarapan Sebabkan Lonjakan Gula Darah? Ini Kata Dokter

Lelaki paling alim di antara mereka akhirnya mengambil keputusan: mereka akan melepaskan panah ke arah persembunyian para bandit. Namun sebelum itu, mereka sepakat membaca ayat-ayat Al-Qur’an, mengharap perlindungan dari Allah. Barulah setelahnya mereka akan menilai apakah perjalanan bisa dilanjutkan atau justru harus pulang.

Di balik semak-semak tidak jauh dari mereka, Fudhail dan kelompoknya sudah bersiap menyergap. Mereka menunggu saat yang tepat untuk menerjang kafilah yang perlahan mendekat, tak menyangka bahwa malam itu bukan panah kayu yang akan menjatuhkan pemimpin mereka. Pedagang pertama menarik napas panjang, kemudian meluncurkan panahnya sambil melafalkan surah Al-Hadid ayat 16. Ayat itu menggugah: peringatan agar orang beriman melembutkan hati dan kembali pada kebenaran, sebelum ia mengeras sebagaimana kaum terdahulu.

Ketika lantunan ayat itu menembus sunyi, Fudhail tiba-tiba menggigil hebat. Tubuhnya rubuh, suaranya pecah, dan ia pun pingsan. Pengikutnya panik, mengira panah benar-benar mengenai tubuh sang pemimpin. Namun ketika diperiksa, tidak ada sedikit pun luka. “Aku terkena anak panah Allah!” teriak Fudhail saat siuman, dengan badan masih basah oleh keringat.

Sementara itu, pedagang kedua melepaskan panah berikutnya. Ia membaca surah adz-Dzariyat ayat 50: seruan agar manusia segera kembali kepada Allah. Ayat itu kembali mengguncang Fudhail. Ia berteriak lebih keras lagi, seakan tiap kata dari ayat itu menghunjam langsung ke dalam dadanya. Panah terakhir dilepaskan bersama lantunan surah az-Zumar ayat 54.

Ayat itu mengingatkan tentang pentingnya kembali kepada Tuhan sebelum datang azab yang tak bisa tertolak. Mendengar ayat ini, Fudhail limbung. Ia memerintahkan seluruh pengikutnya pergi meninggalkannya. “Pulanglah kalian! Rasa takut kepada Allah sudah menelan seluruh jiwaku. Aku tinggalkan semua perbuatan keji itu mulai saat ini!”

Ia berjalan sendirian menuju Makkah, masih diguncang oleh perubahan yang tiba-tiba namun tegas. Di tengah perjalanan, ia bermalam di daerah Narawan. Pada saat yang sama, jauh di istananya, Sultan Harun al-Rasyid bermimpi. Dalam tidurnya, suara gaib memberitahunya bahwa Fudhail telah bertaubat dan memilih jalan pengabdian.

Baca Juga : Kalender Jawa Minggu Pahing 16 November 2025: Hindari Bepergian ke Arah Timur Laut!

Esoknya, sang Sultan mengirim orang-orang ke seluruh penjuru untuk mencari Fudhail. Beberapa waktu kemudian, ia berhasil dibawa ke Bagdad. Ketika bertemu, Harun al-Rasyid berkata, “Aku bermimpi mendengar seruan agar menyambut kedatanganmu.”

Mendengar itu, Fudhail menatap langit dan menangis, mengakui betapa Allah tetap membuka pintu cinta-Nya kepada hamba yang 40 tahun lamanya berjalan jauh dari jalan kebenaran. Sejak perjumpaan itu, hidupnya berbalik total. Fudhail hidup dalam ketenangan, memperdalam ilmu, dan menghabiskan hari-harinya dengan ibadah. Ia lama menetap di Kufah sebelum menuntaskan hidupnya di Makkah.

Di masa puncak ilmunya, masyarakat menjulukinya sebagai ‘abid al-haramain, ahli ibadah dua tanah suci. Ia wafat pada Muharram 187 H (803 M). Setelah meninggalkan dunia kelamnya, Fudhail memfokuskan diri pada ilmu agama, khususnya hadis. Ia belajar kepada banyak ulama besar seperti Sufyan ats-Tsauri, al-A’masy, Manshur bin Mu’tamir, hingga Hisyam bin Hassan. Murid-muridnya pun menjadi tokoh besar dalam sejarah Islam, di antaranya Imam Syafi’i, Ibnu al-Mubarak, Yahya bin al-Qaththan, al-Humaidi, hingga Bisyr al-Hafi.


Topik

Agama Kisah Fudhail bin Iyadh



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Pacitan Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Nurlayla Ratri